Beranda | Artikel
Tanya Jawab Syaikh Al-Albani Dengan Partai FIS Aljazair Mengenai Parlemen Dan Pemilu
Selasa, 23 Maret 2004

NASH FAKS SYAIKH AL-ALBANI KEPADA PARTAI FIS ALJAZAIR

Oleh
Syaikh Abdul Malik Ramadlan Al-Jazairy

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya bagi Allah semata, kami memuji-Nya, memohon pertolongan serta meminta ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejelekan diri kami dan dari keburukan amal kami. Barangsiapa diberi hidayah oleh Allah niscaya tiada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya niscaya tiada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tiadailah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Amma ba’du,

Kepada Lajnah Dakwah Dan Bimbingan Massa Partai FIS

Wa `alaikum salam wa rahmatullah wa barakaatuhu
Wa ba’du,

Pagi hari ini, Selasa 18 Jumadil Akhir 1412 H, saya telah menerima surat yang kalian kirimkan melalui faks. Saya telah membacanya dan telah memahami pertanyaan-pertanyaar seputar pemilu yang menurut kalian akan dilaksanakan pada hari Kamis, yakni besok lusa. Kalian berharap agar saya segera memberikan jawaban. Maka dari itu, saya bergegas rnenuliskan jawabannya pada malam Rabu agar bisa selekas mungkin dikirimkan kepada kalian melalui faks esok harinya insya Allah. Saya menyampaikan terima kasih karena kalian telah berbaik sangka kepada kami dan atas pujian kalian yang sebenarnya tidak layak kami terima. Saya memohon kepada Allah semoga kalian diberi taufik dalam berdakwah dan dalam memberi bimhingan kepada umat.

Sekarang, inilah jawaban saya terhadap pertanyaan kalian sesuai kemudahan yang telah Allah berikan kepada saya dengan mengharap petunjuk Allah, semoga saya ditunjukkan jalan yang benar dalam memberikan jawaban ini:

Pertanyaan pertama: Bagaimana hukum syar’i mengenai pemilu (parlemen) yang akan kami ikuti dalam rangka usaha mendirikan negara Islam atau khilafah Islam?

Jawab: Suasana paling membahagiakan kaum muslimin di negeri mereka ialah ketika bendera Laa Ilaaha Illallah dikibarkan dan hukum Allah dijalankan. Sudah barang tentu setiap muslim menurut kemampuan masing-masing harus berjuang menegakkan negara Islam yang berdasarkan hukum Allah dan sunnah Rasul-Nya menurut manhaj Salafus Shalih. Sudah diyakini oleh setiap cendekiawan muslim bahwa hal itu hanya bisa diwujudkan dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.

Sebagai langkah pertama, para ulama hendaklah melaksanakan dua perkara penting berikut ini:

Pertama, Mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada kaum muslimin di lingkungannya. Alternatif satu-satunya adalah membersihkan ilmu yang mereka warisi dari para pendahulu dari segala bentuk syirik dan ajaran paganisme yang telah membuat mayoritas umat Islam sekarang tidak lagi memahami makna kalimat Laa ilaaha illallah. Kalimat thayyibah ini memberi konseksuensi wajibnya mengesakan Allah dalam beribadah hanya kepada-Nya semata tiada sekutu bagi-Nya. Tidak meminta bantuan kecuali kepada-Nya, tidak menyembelih kecuali untuk-Nya dan tidak bernadzar kecuali karena- Nya. Dan menyembah-Nya hanya dengan tata-cara yang telah disyariatkan oleh Allah melalui lisan Rasul-Nya, itulah konsekuensi kalimat syahadat Muhammadur Rasulullah.

Sebagai konsekuensinya, para ulama harus membersihkan kitab-kitab fiqih dari pendapat-pendapat dan ijtihad-ijtihad yang bertentangan dengan sunnah Nabi, agar ibadah mereka diterima oleh Allah. Mereka juga harus membersihkan sunnah Nabi dari hadits-hadits dhaif dan maudlu’ yang sejak dahulu telah disusupkan ke dalamnya. Mereka juga harus membersihkan tingkah laku dan etika menyimpang yang terdapat dalam ajaran tarikat-tarikat sufi, misalnya berlebih-lebihan dalam ibadah dan kezuhudan dan masalah-masalah lain yang bertentangan dengan ilmu yang benar.

Kedua, hendaklah mereka mendidik diri sendiri, keluarga dan kaum muslimin di lingkungan mereka dengan ilmu yang benar. Dengan demikian, ilmu mereka akan berguna dan amal mereka akan menjadi amal yang shalih, seperti yang difirmankan Allah:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa”. Barangsiapa rnengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang salih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya “.[Al-Kahfi/18 : 110]

Bila terdapat segolongan kaum muslimin yang melaksanakan gerakan tashfiyah dan tarbiyah yang disyariatkan ini, niscaya tidak akan ada lagi di tengah mereka orang-orang yang mencampuradukkan cara-cara syirik dengan cara-cara syar’i. Karena mereka memahami hahwa Rasulullah telah membawa syariat yang paripurna, lengkap dengan pedoman dan wasilahnya.

Salah satu pedoman tersebut adalah larangan menyerupai orang- orang kafir, misalnya mengambil metode dan sistem mereka yang sejalan dengan tradisi dan adat mereka. Sebagai contoh, memilih pemimpin dan para anggota parlemen melalui pemungutan suara. Cara-cara seperti ini sejalan dengan kekufuran dan kejahilan mereka yang tidak lagi membedakan antara keimanan dan kekufuran, antara yang baik dan yang buruk, antara laki-laki dan perempuan, padahal Allah telah berfirman:

أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ ﴿٣٥﴾ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ

Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir) ? Mengapa kamu (berbuat demikian); bagaimanakah kamu mengambil keputusan?. [Al-Qalam/68 35-36]

Dan Allah berfirman:

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ

“Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan “. [Ali Imran/3 : 36]

Demikian pula, mereka mengetahui bahwa dalam usaha menegakkan negara Islam, Rasulullah sawt shalallahu ‘alaihi wasallam mengawalinya dengan dakwah tauhid dan memperingatkan mereka dari penyembahan-penyembahan thaghut. Lalu membimbing orang-orang yang menyambut dakwah beliau di atas hukum-hukum syar’i, sehingga kaum muslimin merasa bagaikan tubuh yang satu. Bila salah satu anggota tubuh merasa sakit maka seluruh tubuh turut merasakan demam dan tidak dapat tidur. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih. Tidak ada lagi di tengah mereka orang-orang yang terus-menerus melakukan dosa besar; riba, zina dan mencuri kecuali segelintir orang saja.

Barangsiapa benar-benar ingin mendirikan negara Islam, jangan-lah ia mengumpulkan massa yang pemikiran dan perilakunya saling bertentangan satu sama lain, seperti yang dilakukan oleh partai-partai Islam dewasa ini. Namun terlebih dahulu harus menyatukan pemikiran dan paham mereka di atas prinsip Islam yang benar, yakni berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah di atas pemahaman Salafus Shalih seperti yang telah diuraikan di atas, saat itulah berlaku firman Allah:

وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ ﴿٤﴾ بِنَصْرِ اللَّهِ

Dan di hari itu bergembiralah orang-orang yang beriman, dengan pertolongan Allah. [ Ar- Ruum/30 : 4-5]

Siapa saja yang menyimpang dari metode tersebut dalam mendirikan negara Islam dan mengikuti metode orang kafir dalam mendirikan negara mereka, maka perumpamaannya seperti orang yang berlindung dengan pasir yang mendidih dari panasnya api! Cara semacam itu jelas salah -jika tidak boleh disebut dosa- karena menyalahi petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan tidak menjadikan beliau sebagai contoh teladan. Sedang Allah berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahrnat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [Al-Ahzab/33 : 21]

Pertanyaan kedua: Bagaimana menurut hukum syar’i mengenai bantuan dan dukungan yang diberikan untuk kegiatan pemilu?

Jawab: Sekarang ini kami tidak menganjurkan siapapun saudara kita sesama muslim untuk mencalonkan dirinya menjadi anggota parlemen di negara yang tidak menjalankan hukurn Allah. Sekalipun undang-undang dasarnya menyebutkan Islam sebagai agama negara. Karena dalam prakteknya hanya untuk membius anggota parlemen yang lurus hatinya. Dalam negara semacam itu, para anggota parlemen sedikitpun tidak pernah mampu merubah undang-undang yang berlawanan dengan Islam. Fakta itu telah terbukti di beberapa negara yang menyatakan Islam sebagai agama negaranya.

Jika berbenturan dengan tuntutan zaman maka beberapa hukum yang bertentangan dengan Islam sengaja disahkan oleh parlemen dengan dalih belum tiba waktu untuk melakukan perubahan! Itulah realita yang kami lihat di sejumlah negara. Para anggota parlemen rnulai menanggalkan ciri dan identitas keislamannya dan berpenampilan ala barat supaya tidak canggung dengan anggota-anggota parlemen lainnya. la masuk parlemen dengan tujuan memperbaiki orang lain, tapi malahan ia sendiri yang rusak. Hujan itu pada awalnya rintik-rintik kemudian berubah menjadi hujan lebat!”

Oleh karena itu, kami tidak menyarankan siapapun untuk mencalonkan dirinya menjadi anggota parlemen.

Namun menurut saya, bila rakyat muslim melihat adanya calon-calon anggota parlemen yang jelas-jelas memusuhi Islam, sedang di situ terdapat calon-calon beragama Islam dari berbagai partai Islam, maka dalam kondisi semacam ini, saya sarankan kepada setiap muslim agar memilih calon-calon dari partai Islam saja dan calon-calon yang lebih mendekati manhaj ilmu yang benar, seperti yang diuraikan di atas.

Demikianlah menurut pendapat saya, sekalipun saya meyakini bahwa pencalonan diri dan keikutsertaan dalam proses pemilu tidaklah bisa mewujudkan tujuan yang diinginkan, seperti yang diuraikan di atas. Langkah tersebut hanyalah untuk memperkecil kerusakan atau untuk menghindarkan kerusakan yang lebih besar dengan memilih kerusakan yang lebih ringan, sebagaimana yang telah digariskan oleh ahli fiqh.

Pertanyaan ketiga: Bagaimana hukumnya kaum perempuan mengikuti pemilu?

Jawab: Boleh saja, tapi harus memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu memakai jilbab secara syar’i, tidak bercampur baur dengan kaum lelaki, itu yang pertama.

Kedua, memilih calon yang paling mendekati manhaj ilmu yang benar, menurut prinsip menghindarkan kerusakan yang lebih besar dengan memilih kerusakan yang lebih ringan, seperti yang telah diuraikan di atas.

Pertanyaan keempat: Bagaimana hukum syar’i berkenaan dengan kegiatan-kegiatan parlementer dan para anggotanya?

Jawab: Pertanyaan ini maksudnya masih belum jelas dan saya sendiri belum mengerti. Sebab seorang anggota parlemen muslim haruslah seorang yang memahami hukum-hukum syar’i dengan beragam corak dan jenisnya. Jika dalam sidang parlemen dibahas satu permasalahan, tentunya ia harus membahasnya menurut perspektif syariat. Jika sesuai dengan syariat ia harus mendukungnya. Jika tidak, ia harus menolaknya, misalnya rasa kepercayaan terhadap pemerintahan, bersumpah untuk membela undang-undang dan sejenisnya.

Adapun anggota-anggota parlemen yang ditanyakan di atas, barangkali maksud Anda adalah bagaimana sikap anggota parlemen yang berasal dari partai Islam terhadap anggota parlemen lainnya. Kalau itu yang kalian maksud, tentu saja setiap muslim baik yang memilih maupun yang terpilih sebagai anggota parlemen harus bersama pihak yang benar, sebagaimana difirmankan oleh Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. [At Taubah/9 : 119]

Adapun jawaban pertanyaan kelima dan keenam sebenarnya sudah dapat dipahami dari jawaban jawaban sebelumnya. Tidak mengapa saya tambahkan di sini, janganlah kalian -wahai anggota partai FIS- terlalu berambisi meraih kursi kekuasaan sementara rakyat belum siap menerima hukum Islam. Untuk itu, hendaklah kalian memulai usaha membuka pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah guna mendidik rakyat dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama dengan metode yang benar. Di samping itu, hendaklah membina mereka untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh sehingga mereka tidak terjebak dalam perselisihan-perselisihan fundamental yang berakibat munculnya praktek hizbiyah dan perpecahan sebagaimana realita yang kita lihat di Afghanistan. Oleh sebab itulah Allah memperingatkan dalam Al-Qur’an:

وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿٣١﴾ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. [Ar-Ruum : 31-32]

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Janganlah kalian saling memutuskan hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci dan jangan saling mendengki. Jadilah kamu sekalian bersaudara seperti yang Allah perintahkan kepadamu.” [Hadits Riwayat Muslim]

Hendaklah kalian melakukan tashfiyah dan tarbiyah dengan sikap penuh ketenangan. Sebab ketenangan itu berasal dari Ar-Rahman sedang sikap tergesa-gesa itu berasal dari setan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.[Hadits Shahih Riwayat Abu Ya’laa dan Al-Baihaqi, silakan lihat dalam Silsilah Hadits Shahih no. 1795]

Oleh sebab itu pepatah mengatakan: “Siapa saja terburu-buru melakukan sesuatu sebelum tiba waktunya, dia pasti gagal! Barangsiapa mau mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain niscaya ia akan mendapat pelajaran berharga.

Sesungguhnya sebelum kalian, sejumlah aktifis Islam di beberapa negara Islam telah mencoba mendirikan negara Islam melalui jalur parlemen. Namun usaha mereka tidak membuahkan hasil sedikitpun! Karena mereka tidak melaksanakan kata-kata hikmah berikut ini:

“Dirikanlah negara Islam terlebih dahulu dalam hatimu, niscaya akan berdiri pula di tanah airmu!”

Kata-kata hikmah ini sejalan dengan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kamu, tetapi Dia melihat hati dan amal perbuatan kamu!” [Hadits Riwayat Muslim]

Hanya kepada Allah semata saya memohon petunjuk dan bimbingan-Nya, mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi kami, memberikan petunjuk kepada kami untuk bisa mengamalkan syariat- Nya, mengikuti sunnah Nabi-Nya dan meniti manhaj salafus shalih. Sebab, kebaikan itu hanya dapat terwujud dengan mengikuti jejak mereka dan keburukan itu akan muncul karena perbuatan bid’ah. Semoga Allah membebaskan kami dari segala kesulitan dan kesedihan yang menimpa kami serta menolong kami dalam menghadapi musuh-musuh kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan permohonan hamba-Nya.

Amman Yordania,
Rabu pagi, 19 Jumadil Akhir 1412 H

Ditulis oleh:
Muhammad Nashiruddin Al-Albani Abu Abdurrahman[1]
___________________________________________

[1] Silakan lihat Majalah Al-Ashalah edisi keempat halaman 15-22.

Sejumlah oknum hizbiyun memanfaatkan fatwa Syaikh Al-Albani tersehut. Mereka mengklaim Syaikh membolehkan masuk parlemen dan mengikuti pemilu. Padahal fatwa Syaikh yang saya nukil ini merupakan bukti yang sangat jelas yang menyangkal klaim tersebut. Akan tetapi, karena kekhawatiran kami mereka akan memperdaya masyarakat awam dengan memanipulasi fatwa tersebut, maka kami jelaskan:

“Syaikh Al-Albani berpendapat haram hukumnya masuk parlemen berikut pemilu berdasarkan dua argumentasi berikut:

Pertama. Perbuatan itu termasuk bid’ah! Sebab, wasilah dakwah seperti ini adalah tauqifiyah (hanya boleh ditetapkan dengan wahyu). Untuk penjelasan lebih lengkap silakan baca kitab: “Al-Hujaj Al-Qawiyyah ‘Alaa anna Wasaa-ilud Dakwah Tauqifiyah” karangan Abdussalam bin Barjas. Hal itu tidaklah bertentangan dengan penjelasan beliau bahwa perangkat-perangkatnya -bukan wasilahnya- ditetapkan dengan kaidah umum maslahat mursalah. Svaikh Al-Albani sering membawakan perkataan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidha’ Shirathul Mustaqim (halaman 278): “Semua perkara yang terdapat faktor pendorong untuk melakukannya pada zaman Rasulullah… sekalipun perkara itu dianggap maslahat, namun tidak dilakukan, dapatlah diketahui bahwa perkara itu sebenarnya bukan maslahat… kita semua tahu bahwa perkara ini adalah kesesatan meski kita belum mengetahui adanya larangan khusus atau kita telah mengetahui bahwa perkara itu membawa mafsadat!”

Saya telah menukil pernyataan Syaikh Al-Albani bahwa membentuk partai-partai untuk ikut serta dalam kancah politik bertentangan dengan petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Sewaktu di Makkah beliau diminta untuk turut serta dalam pemerintahan Qureisy namun beliau menolak. Sebab, beliau mendasari perjuangan beliau dengan pembinaan aqidah dan akhlak, sebagaimana hal ini dimaklumi dalam sejarah. Masalah ini berkaitan dengan adanya dorongan untuk melakukannya namun tidak dilakukan. Dalam masalah ini ada tiga larangan. Pernyataan Syaikh setelah itu memperingatkan kita terhadap hal tersebut. Berkaitan dengan kerusakan yang terjadi, beliau telah memberi catatan penting sebagai jawabannya, wallahu waliyyul taufiq.

Kedua: Perbuatan itu termasuk menyerupai orang kafir. Tidak ada yang menyangkal bahwa sistem pemilu ini berasal dari mereka!

Kedua perkara di atas merupakan bukti bahwa Syaikh Al-Albani tidak mengharamkannya karena masa tertentu atau karena keadaan tertentu yang mungkin saja terhapus dengan maslahat pada masa atau keadaan tertentu pula. Sekali-kali tidak! Bahkan beliau mengharamkan praktek pemilu itu sendiri! Jangan sekali-kali terkicuh dengan dispensasi yang beliau berikan untuk mengikuti pemilu bagi kaum muslimin, termasuk di dalamnya kaum wanita, karena beliau menyatakan seperti itu ketika para aktifis partai itu tetap bandel Dan tidak punya keinginan lain kecuali masuk parlemen. Berhubung mereka tetap bertahan dalam parlemen -meskipun ahli ilmu telah mengeluarkan fatwa- maka menurut beliau kaum muslimin yang lain tidak punya pilihan kecuali memilih partai yang paling Islami. Untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dengan memilih kerusakan yang lebih kecil. Akan tetapi Syaikh Al-Albani melarang bergabung bersama mereka dalam partai politik dan system…. Satu pernyataan beliau kepada partai FIS dan lainnya yang telah berulang kali direkam adalah:

“Jika kalian tetap bersikeras dan tetap berkeinginan menjadi tumbal, maka bagi kaum muslimin yang lain hendaklah memilih partai-partai yang lebih Islami. Bukan karena mereka Akan membawa kebaikan, namun untuk.menekan kejahatan mereka.” Itulah pendapat Syaikh, hendaknya dipahami besar-benar!

Catatan:
Anehnya, Abdurrahman Abdul Khaliq memenggal perkataan Syaikh Al-Albani tersebuit saat menukilnya dalam kitabnya berjudul: ‘Masyruu’iyyatud Dukhuul Ilaa Majaalis Tasyri’iyyah’ hal 73. Kemudian mengklaim bahwa beliau melarangnya karena hal itu menyelisihi perkara yang lebih utama! Begitulah katanya -semoga Allah memberinya hidayah-. Padahal tentunya dia tahu dan orang lain juga tahu bahwa Syaikh sangat keras menyanggahnya (Abdurrahman Abdul Khaliq) dalam masalah ini khususnya. Ketika Syaikh Al- Albani mengundangnya ke rumah beliau untuk berdialog tentang masalah ini. Namun ia tidak memenuhi undangan. Syaikh berkata kepadanya: Saya pesankan kepada Anda hai Abdurrahman agar tidak menjadi orang jahil.

Sengaja saya cantumkan penukilan berikut ini agar para pembaca tidak salah paham:

“Dalam sebuah kaset Silsilatul Huda wan Nuur no: (1/352) seseorang bertanya kepada Syaikh Al-Albani:

Penanya : Wahai Syaikh, kami dengar Anda membolehkan masuk parlemen dengan beberapa syarat.

Syaikh Al Albani : Tidak, saya tidak membolehkannya! Kalaupun syarat itu terpenuhi hanyalah bersifat teoritis belaka tidak mungkin diwujudkan. Apakah Anda ingat syarat-syarat tersebut?

Penannya : Syarat pertama, ia harus dapat menjaga keselamatan dirinya.”

Syaikh Al-Alabni : Mungkinkah itu?

Penanya : Saya belum mencobanya!

Syaikh Al-Albani : Insya Allah Anda tidak akan mencobanya! Syarat-syarat tersebut tidak mungkin dipenuhi. Banyak kita saksikan orang-orang yang memiliki prinsip hidup yang lurus, kelihatan dari penampilannya, cara berpakaian Islami…memelihara jenggot…namun ketika menjadi anggota parlemen penampilan mereka langsung berubah! Tentu saja mereka mengemukakan alasan dan mencari-cari pembenaran, kata mereka untuk menyesuaikan diri….

Banyak kita lihat orang-orang yang menjadi anggota parlemen dengan mengenakan pakaian tradisional arab yang Islami. Selang beberapa hari kemudian mereka merubah pakaian dan penampilan. Apakah ini bukti kebaikan ataukah kerusakan?

Penannya : Syaikh, yang dimaksud adalah saudara-saudara kita di Aljazair, tentang usaha mereka dan keikutsertaan mereka dalam kancah politik.

Syaikh Al-Albani : Zaman sekarang ini saya tidak menganjurkan kaum muslimin di negeri Islam manapun terlibat dalam kegiatan politik…”

Dalam Silsilah itu juga nomor 353 side A, Syaikh berkata: “Menurut saya tidak perlu ditegakkan jihad, bahkan saya peringatkan agar tidak menegakkannya sekarang ini. Karena sarana-sarana fisik maupun non fisik, lahir maupun batin tidak mendukung kaum muslimin untuk menegakkan jihad di bumi manapun”

Beliau berkata: “Kami melarang kaum muslimin dari ikatan-ikatan hizbiyah dengan mengatasnamakan Islam! sekelompok orang mendirikan partai Islam ini ….yang lain membentuk partai Islam ini….Itulah salah satu bentuk hizbiyah!
Padahal semuanya berjuang untuk Islam dan untuk kebaikan Islam. Hanva Allah yang tahu apa sebenarnya yang terselip dalam hati mereka itu! Oleh sebab itu menurut kami setiap negara Islam jangan memberi angin munculnya fenomena seperti ini, meskipun mengatasnamakan Islam. Cara-cara seperti itu bukan termasuk kebiasaan kaum muslimin! Namun merupakan kebiasaan kaum kafir: Itulah sebabnya Allah berfirman:

وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿٣١﴾ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. [Ar-Ruum: 31-32]

[Disalin dari buku Madariku An-Nazhar Fi As-Siyasah, Baina Ath-Thabbiqaat Asy-Syar’iyah Wa Al-Ihfiaalat Al-Hamaasiyyah, Penulis Syaikh Abdul Malik Ramadlan Al-Jazziri, edisi Indonesia Bolehkah Berpolitik ?, hal 40-50]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/526-tanya-jawab-syaikh-al-albani-dengan-partai-fis-aljazair-mengenai-parlemen-dan-pemilu.html